[Jakarta, 30 Januari 2019] Jaringan masyarakat sipil mengutuk keras tindakan brutal terhadap aktivis Walhi di NTB pada 28 Januari pukul 03.00 Wita. Rumah tinggal Murdani, Direktur Eksekutif WALHI, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah dibakar oleh oknum yang tidak dikenal. Peristiwa ini telah membahayakan nyawa beliau bersama keluarga dan kerugian harta benda. Apalagi api baru bisa dipadamkan setelah 45 menit.
Kami memandang bahwa peristiwa ini merupakan gambaran nyata belum adanya skema perlindungan bagi pembela HAM, terutama aktivis lingkungan. Kekosongan skema perlindungan ini harus disikapi serius oleh penegak hukum dengan memastikan proses penegakan hukum yang adil untuk korban. Sekaligus pada serius terhadap pelaku lapangan dan bahkan pelaku dalang di balik kasus ini harus dilakukan. Bila tidak, ini menjadi bagian impunitas negara atas pelanggaran HAM. Apalagi, perundang-undangan, di antaranya UU 32 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 66 Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sangat tegas menjamin hak-hak para pembela lingkungan.
Pengusutan kasus ini merupakan komitmen negara untuk menjalankan UU. Di tengah proses perumusan Rancangan Permen pelaksanaan Pasal 66 UU LHK, aparat penegak hukum dan semua pemangku kewajiban harus memperhatikan kasus ini secara menyeluruh, mulai dari penindakan terhadap pelaku, pemulihan, dan ganti rugi korban. Komitmen negara atas lingkungan hidup harus tergambar dalam proses penyelesaian. Bila tidak, pemerintah hanya berkomitmen di atas kertas dan tidak serius melindungi lingkungan dan alam dari kerusakan.
Untuk itu pula, kami mengecam tindakan pembakaran rumah dan kendaraan dan mendesak:
- Kepolisian RI, terutama Polda NTB, untuk memproses kasus ini secara akuntabel dan transparan, tidak membiarkan pelaku pembakaran lepas dari tindakan brutal yang sudah dilakukan.
- Pemerintah pusat dan daerah, termasuk penegak hukum, bekerjasama untuk memberikan perlindungan kepada korban dan keluarganya, termasuk pula pemulihan psikologis atas kerugian fisik yang diderita.
- Mempercepat proses perumusan Permen KLHK untuk melaksanakan Pasal 66 UU LHK, termasuk pula membuat undang-undang perlindungan pembela HAM sebagai UU induk. Atau dengan cepat merevisi UU HAM dengan pasal-pasal yang secara tegas dan jelas melindungi para pembela HAM.
- Mendesak Komnasham untuk dengan jelas memastikan pembela HAM sebagai salah satu isu strategis termasuk kebijakan di dalamnya.
Untuk informasi lebih lanjut dan/atau klarifikasi, sila hubungi Muhammad Hafiz melalui surel (hafizmuhammad85@gmail.com) atau telepon (+62 812-8295-8035).
Jakarta, 30 Januari 2019
Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil:
- Human Rights Working Group.
- Perlindungan Insani Indonesia.
- Yayasan Pusaka
- YLBHI
- Indonesian Court Monitoring
- PBHI
- LBH Masyarakat
- ICJR
- Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
- Serikat Tani Nasional (STN).
- Institute Inklusif Indonesia
- LBH Disabilitas Jawa Timur
- Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI)